JAKARTATERKINI.ID - Pengembangan bisnis sapi di Indonesia membutuhkan peta jalan yang memandu menuju kondisi seimbang, mengutamakan kemakmuran rakyat dan kesejahteraan peternak. Dalam konteks ini, perlu adanya fokus pada pertumbuhan peternak rakyat yang mampu bersaing di tengah arus impor daging beku ke Indonesia.
Slogan swasembada daging menjadi cita-cita penting, memerlukan peta arah yang jelas untuk pengembangan usaha sapi potong yang lebih terarah. Permintaan daging terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan kesadaran gizi masyarakat.
Baca juga : Maxim Indonesia Tentukan Syarat bagi Mitra untuk Mendapatkan Bonus Hari Raya
Dalam konteks ini, subsektor peternakan diharapkan memainkan peran strategis dalam menyediakan daging sapi berkualitas tinggi, khususnya yang mengandung nutrisi tinggi seperti protein dan asam amino, untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat.
Pemerintah telah berupaya meningkatkan populasi sapi di Indonesia melalui berbagai program, terutama program pengembangan usaha ternak sapi potong dengan target swasembada. Untuk mencapai hal ini, semua sumber daya pendukung, termasuk sumber daya manusia (peternak), ternak, sumber daya alam (lahan dan pakan), dan teknologi perlu dioptimalkan.
Saat ini, sebagian besar usaha peternakan sapi potong (90 persen) berasal dari peternakan rakyat, dengan sebagian besar terkonsentrasi di Pulau Jawa. Populasi ternak sapi potong pada tahun 2022 mencapai 18 juta ekor, namun hanya sekitar 12 persen yang dapat dipotong setiap tahun.
Baca juga : Emas Menguat Tajam Menyusul Data Inflasi AS yang Melambat
Impor daging beku, terutama dari India, dengan harga yang relatif murah, ternyata tidak berdampak positif pada harga daging sapi lokal. Harga daging beku justru naik, sementara peternak rakyat cenderung tidak merasakan kenaikan harga secara proporsional setiap tahunnya.
Penurunan semangat peternak lokal juga terlihat dari data Sensus Pertanian 2023, yang mencatat penurunan jumlah rumah tangga subsektor peternakan serta populasi sapi.