JT - Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) menegaskan bahwa pelaku jasa retailer wajib memiliki sertifikat halal agar konsumen Muslim mendapatkan jaminan kehalalan produk.
"Prinsip sertifikasi halal retailer adalah sertifikasi terhadap jasa, bukan produk. Jasa ini harus bisa memberikan jaminan bahwa produk yang ditangani tetap dalam kondisi halal, tidak terkontaminasi produk-produk nonhalal," jelas Direktur Utama LPPOM MUI Muti Arintawati di Jakarta, pada Kamis.
Baca juga : Dewas KPK Tunda Sidang Putusan Etik Nurul Ghufron
Muti menyatakan bahwa sertifikat halal untuk jasa retailer memberikan persepsi yang beragam di masyarakat. Sebagian memahami bahwa sertifikasi halal oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) tidak menjamin seluruh produk yang dijual telah dipastikan halal. Sebaliknya, ada yang beranggapan bahwa sertifikat halal pada jasa retailer menandakan kehalalan seluruh produk yang tersedia. Menurutnya, ini merupakan kesalahpahaman yang perlu diperbaiki.
Dia menekankan bahwa jasa retailer terkait makanan dan minuman termasuk dalam kategori yang wajib bersertifikat halal sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2021. Perusahaan harus memenuhi sejumlah persyaratan, termasuk memisahkan fasilitas antara produk halal dan haram.
"Sertifikasi halal jasa retailer mencakup proses penanganan arus bahan atau produk yang harus bebas dari najis yang berpotensi mengkontaminasi bahan/produk halal," lanjutnya.
Baca juga : Sepanjang 2023, Kemlu RI Repatriasi 1.119 WNI Dari Zona Darurat
Ruang lingkup sertifikasi mencakup pergudangan, distribusi (penerimaan barang), penanganan, penyimpanan, dan pemajangan. Ini berarti seluruh produk yang bersertifikat halal terjamin tidak terkontaminasi najis hingga sampai di tangan konsumen.
Muti menjelaskan bahwa produk yang ditangani retailer yang ingin mendapatkan sertifikat halal harus diidentifikasi dan ditangani sesuai standar. Ada tiga kategori produk yang memerlukan penanganan berbeda: