JAKARTATERKINI.ID - Komnas Perempuan menegaskan bahwa para pemimpin bangsa, terutama presiden dan wakil presiden yang terpilih ke depan, memiliki tanggung jawab untuk mengakui dan menyelesaikan dugaan kekerasan seksual yang terjadi dalam penyelesaian pelanggaran HAM di masa lalu.
"Presiden dan wakil presiden terpilih ke depan memiliki kewajiban untuk mengakui dan menyelesaikan dugaan kekerasan seksual dalam penyelesaian pelanggaran HAM di masa lalu, termasuk perkosaan massal pada tragedi Mei 1998," ujar Anggota Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, dalam sebuah webinar di Jakarta.
Baca juga : LPSK Temui Keluarga Korban Penembakan Siswa di Semarang
Selain itu, pemimpin terpilih juga diminta untuk memastikan bahwa peraturan pelaksana dari Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) segera diterbitkan, sambil mengalokasikan anggaran dan infrastruktur yang memadai untuk menangani kekerasan berbasis gender terhadap perempuan dan penyandang disabilitas di semua tingkatan pemeriksaan.
Komnas Perempuan juga mendorong agar pemimpin terpilih merevisi Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Tujuannya adalah agar korban tindak pidana, seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), tindak pidana perdagangan orang (TPPO), dan tindak pidana kekerasan seksual (TPKS), dapat mengakses layanan darurat dan layanan lanjutan untuk pemulihan korban.
Baca juga : Megawati Angkat Ganjar dan Ahok sebagai Pengurus DPP PDI Perjuangan
"Atau jika tidak direvisi, adalah dengan menyediakan peraturan agar korban tindak pidana mendapatkan layanan kesehatan pertama dan lanjutan. Karena setelah penerbitan Perpres Nomor 82 Tahun 2018, pembiayaan melalui BPJS tidak mencakup korban tindak pidana apa pun, terutama kekerasan berbasis gender," tambah Siti Aminah Tardi.