JAKARTATERKINI.ID - Bungaran Saragih, Guru Besar IPB University, menekankan bahwa hilirisasi menjadi elemen krusial dalam mendorong kemajuan sektor kelapa sawit di Indonesia untuk masa depan yang lebih cerah. Dalam keterangannya di Jakarta pada hari Kamis, ia menyoroti pentingnya terus mendorong penelitian dan pengembangan guna fokus pada hilirisasi produk turunan minyak kelapa sawit.
Menurut Bungaran Saragih, hilirisasi tidak hanya memberikan kepastian pasar pada industri hulunya, tetapi juga memiliki dampak keterkaitan (backward and forward linkage) yang signifikan bagi perekonomian. Pernyataannya disampaikan dalam acara "Refleksi Industri Sawit 2023 dan Tantangan Masa Depan: Mau Dibawa ke Mana Sawit Kita?" yang diselenggarakan oleh Rumah Sawit Indonesia (RSI).
Baca juga : Menkominfo Siap Bertemu Kapolri untuk BahasJudi Online dan Pinjaman Online Ilegal
Ia menambahkan bahwa meskipun hilirisasi minyak kelapa sawit sudah berlangsung lama, masih terbuka peluang untuk menggali inovasi produk turunan baru yang belum dieksplorasi sepenuhnya. Namun, Bungaran juga mencatat bahwa tantangan dalam sektor hulu produksi minyak sawit, seperti rendahnya produktivitas panen akibat lambatnya peremajaan sawit rakyat, menjadi salah satu hambatan dalam mewujudkan potensi hilirisasi.
Kacuk Sumarto, Ketua Umum RSI, turut berpendapat bahwa produktivitas sawit di tingkat nasional, khususnya pada sawit rakyat, masih rendah, meskipun industri sawit merupakan tulang punggung ekonomi Indonesia. Upaya peningkatan produktivitas, seperti melalui program peremajaan sawit rakyat (PSR), perlu dipercepat untuk memastikan prospek industri sawit nasional tetap baik. Kacuk menekankan pentingnya dukungan kebijakan yang kondusif dari hulu hingga hilir guna mengatasi berbagai hambatan, termasuk rendahnya produktivitas. Dia juga mencatat bahwa komoditas kelapa sawit memiliki potensi hingga Rp1.000 triliun, dan percepatan PSR diperlukan untuk mengoptimalkan potensi tersebut. Kendala dalam pelaksanaan PSR, menurutnya, melibatkan peraturan perundangan yang sedang dalam perbaikan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan, dan RSI berharap agar aturan tersebut segera keluar untuk mendukung percepatan pelaksanaan.