JT – Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Askolani, mengungkapkan bahwa rokok polos tanpa pita cukai masih menjadi bentuk dominan dalam peredaran rokok ilegal di Indonesia.
Dalam konferensi pers di Kudus, Selasa (15/4), Askolani mengatakan bahwa pada tahun sebelumnya, Bea Cukai berhasil mengamankan 226 juta batang rokok ilegal. Ia juga menyebutkan bahwa penindakan terus dilakukan secara konsisten setiap tahun, dengan 20.000 kasus penindakan pada 2024, serta 22.000 kasus masing-masing pada tahun 2022 dan 2023.
Baca juga : OIKN Mempersembahkan Kendaraan Ramah Lingkungan dalam Perayaan HUT RI di IKN
“Konsistensi kami dalam penindakan didukung oleh kepolisian, TNI, dan pemda melalui Satpol PP,” ujar Askolani.
Selain dari rokok lokal, rokok ilegal impor yang sebagian berasal dari Vietnam juga menjadi perhatian utama. Bea Cukai mengamati adanya perubahan modus dalam peredaran. Jika sebelumnya pelaku banyak menggunakan truk, kini beralih ke mobil pribadi seperti Hiace, Alphard, bahkan bus umum dan jasa pengiriman seperti pos dan FedEx untuk menghindari deteksi.
“Di beberapa kasus seperti di Cirebon dan Lampung, mobil yang seharusnya berisi penumpang justru penuh dengan rokok ilegal,” ungkapnya.
Baca juga : Dinkes Tangerang Buka 12 Posko Kesehatan untuk Korban Banjir
Untuk mempersempit ruang gerak peredaran rokok ilegal, Bea Cukai menggencarkan program “Gempur Rokok Ilegal” sebanyak tiga kali setahun sebagai bentuk shock therapy. Selain itu, mereka juga melakukan tindakan ke hulu, yakni langsung ke pabrik rokok ilegal, yang kini didukung oleh Mabes TNI.
Dari sisi ekonomi, penindakan ini penting karena kerugian akibat rokok ilegal sangat besar. Laporan dari Indodata sebelumnya menyebut kerugian negara mencapai Rp97,81 triliun. Sementara itu, penerimaan cukai hasil tembakau pada 2024 tercatat cukup tinggi, yakni Rp216 triliun.