JT - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mendorong dilakukannya pembaruan atau revisi terhadap Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran).
Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, mengatakan bahwa hanya melalui revisi undang-undang ini KPI dapat memperkuat kelembagaan dan kewenangannya, termasuk untuk menciptakan aturan yang proporsional pada platform media baru guna menciptakan keadilan usaha antara lembaga penyiaran televisi dan radio.
Baca juga : BMKG Peringatkan Potensi Gelombang Tinggi dan Banjir Rob di Sejumlah Wilayah Pesisir
“Hanya melalui revisi, KPI bisa memperkuat kelembagaan dan kewenangannya, termasuk perlunya aturan proporsional pada platform media baru agar terjadi keadilan usaha dengan lembaga penyiaran televisi dan radio,” ujar Ubaidillah dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi I DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin.
Ubaidillah juga menekankan bahwa UU Penyiaran perlu direvisi mengingat jumlah lembaga penyiaran di Indonesia yang kini mencapai 2.895, termasuk televisi dan radio. KPI Pusat mengawasi 61 lembaga penyiaran yang terdiri dari lembaga penyiaran publik, swasta, dan berlangganan.
"Jumlah lembaga penyiaran yang banyak tentu saja memberikan banyak pilihan bagi masyarakat untuk menikmati layar kaca atau radio. Namun, ini juga membawa tantangan besar, salah satunya adalah dalam menghadirkan keragaman konten dan kepemilikan," jelasnya.
Baca juga : LPSK Sebut Ada Sejumlah Permohonan Perlindungan Baru Terkait Kasus Vina
Dia menambahkan bahwa keberagaman konten dan kepemilikan sangat berpengaruh dalam menciptakan siaran yang adil, proporsional, berimbang, dan tidak partisan.
Selain itu, Ubaidillah juga mengingatkan pentingnya perhatian terhadap platform media baru yang memiliki pengaruh yang hampir setara dengan televisi dan radio. Namun, saat ini, platform tersebut belum termasuk dalam kewenangan KPI jika mengacu pada Undang-Undang Penyiaran yang berlaku.