Guru Besar Ilmu Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Prof Arief Nurrochmad mengatakan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) bersama dengan big data berpotensi mempercepat pengembangan obat baru.

"Penggunaan big data dan AI berkembang begitu cepat sehingga meningkatkan penemuan target obat dalam kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya," kata Arief dalam keterangan resmi UGM di Yogyakarta, Sabtu.
Baca juga : Samsung Siap Luncurkan Headset Extended Reality Tahun Depan
Pandemi COVID-19, menurut dia, telah memaksa semua pihak memikirkan kembali cara mempercepat waktu penemuan dan pengembangan obat dan vaksin sehingga metode yang baru, efektif, dan lebih murah menjadi penting.
Arief mengatakan, produksi obat berbasis riset dibutuhkan untuk menjamin keberlangsungan ketersediaan obat.
Sementara, dia mengakui pengembangan obat baru membutuhkan proses panjang dan waktu yang lama mulai dari ide awal hingga peluncuran produk jadi.
Baca juga : Sempat Down, WhatsApp, Instagram dan Facebook Mulai Pulih
"Memakan waktu 12 sampai 15 tahun dan menghabiskan biaya lebih dari 1 miliar dolar Amerika Serikat," katanya.
Dia menjelaskan pada awalnya, target obat terapeutik harus diidentifikasi dengan metode eksperimental secara tradisional, kemudian ahli biologi struktural muncul untuk menguraikan struktur tiga dimensi serta karakteristik pengikatan ligand untuk mengungkapkan apakah hal ini memungkinkan sebagai target obat baru.