JT – Pakar kepemiluan dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini, mengungkapkan tujuh masalah klasik yang masih terjadi dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
"Dari Pilkada 2024 masih ditemukan tujuh masalah klasik dan berulang," kata Titi dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/2).
Baca juga : MDI Dukung Zaki Maju di Pilgub DKI Jakarta
Titi menyebut politik biaya tinggi masih menjadi keluhan utama dalam pilkada. Meski laporan dana kampanye pasangan calon tampak masuk akal, praktik pengeluaran besar di ruang-ruang "gelap" tetap terjadi dan sulit diaudit.
Selain itu, jual beli suara (vote buying) juga masih marak, bahkan kini dikemas dalam bentuk kontrak politik berbasis privat yang menyertakan angka-angka tertentu bagi pemilih.
Politisasi aparatur sipil negara (ASN) dan kepala desa juga menjadi persoalan serius, berdampak pada pemungutan suara ulang hingga diskualifikasi calon.
Baca juga : Serikat Mahasiswa Betawi Ajak Masyarakat Aktif di Pilkada Jakarta 2024
Penyalahgunaan wewenang oleh petahana serta penyelenggara negara dan daerah turut menjadi perhatian, terutama jika melibatkan hubungan keluarga atau kekerabatan dalam pencalonan.
Titi juga menyoroti sentralisasi rekomendasi pencalonan yang harus mendapat restu dari Dewan Pengurus Pusat (DPP) partai. Praktik ini sering kali menimbulkan mahar politik dan meningkatkan biaya pencalonan.